Sumut.KabarDaerah.com Pengamat Kebijakan Publik Sumut DR Sakhyan Asmara Msp kembali angkat bicara mengenai kebijakan New Normal yang diterapkan oleh Presiden RI Joko Widodo dibulan Juni ini.Menurut Drs Sakhyan Asmara pelaksanaan new normal atau kenormalan baru selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) harus melihat tingkat kesiapan daerah.
Seperti kita ketahui New normal adalah langkah taktis untuk melakukan transisi dari kondisi darurat wabah covid 19 ke kondisi baru yakni melaksanakan tatanan kehidupan masyarakat dengan protokol kesehatan sesuai dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Namun untuk melaksanakannya perlu ada kepastian tingkat kesiapan daerah apakah virus corona sudah dapat dikendalikan, apakah vaksinnya sudah ditemukan. Jika belum, jangan buru-buru menerapkan new normal, sebelum korban makin bertambah akibat terserang covid 19.
Menurut Dr Sakhyan Asmara Msp pemerintah tidak boleh berspekulasi untuk menerapkan keadaan new normal. Lakukan terlebih dahulu kajian secara menyeluruh dan akurat. Jangan hanya mendengar laporan yang sangat bersifat hipotetif yaitu bersifat sementara yang sebenarnya perlu pengujian lebih lanjut. Pemerintah harus menghitung dampak yang bakal ditimbulkan jika new normal diterapkan. Jangan sampai penerapan new normal, malah semakin menambah angka masyarakat yang positif corona. Sebab yang kita hadapi bukan virus sembarangan, melainkan virus yang mematikan yang dikenal begitu mudah menular dan begitu cepat berkembangnya. Jadi kita harus benar-benar teliti sebelum kebijakan tentang pelbagai pembatasan mulai dilonggarkan seperti yang dimaksud dalam kebijakan new normal.
Sementara ini obat terampuh untuk menghadapi virus corona adalah stay at home, social and physical distancing serta work from home. Belum ada vaksin yang pasti sebagai obat anti corona. Jika obat yang kita miliki sementara ini, yakni tetap di rumah, jaga jarak dan bekerja di rumah, kemudian dilonggarkan, itu sama artinya kita menyia-nyiakan obat yang kita miliki, sementara kita belum menemukan obat baru.
Menurut WHO syarat utama untuk bisa menerapkan kebijakan new normal adalah apabila virus corona dipastikan dapat dikendalikan. Jadi, bila suatu daerah masih memiliki angka penyebaran Covid-19 yang tinggi, maka kehidupan new normal belum bisa dilaksanakan. Untuk itu perlu dilakukan pengujian sampel yang akurat, pelacakan riwayat perjalanan yang agresif dan tepat serta melaksanakan isolasi yang ketat untuk menekan tingkat penularan. Jika hal ini sudah dilaksanakan, barulah new normal bisa diterapkan dengan melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin dan masif sesuai pedoman yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
Untuk sampai kepada tatanan kehidupan baru yang produktif, khususnya dalam rangka pemulihan ekonomi, pemerintah menyiapkan langkah uji coba mulai tanggal 1 Juni dan berakhir tanggal 27 Juli 2020. Itu berlaku untuk seluruh Indonesia. Menurut saya, penerapan uji coba ini juga harus dilakukan secara terkontrol dan ketat. Kalau tidak, kita bisa kebobolan, gagal melaksanakan new normal dan kembali kepada era pembatasan yang ketat, seperti yang dialami oleh Korea Selatan dan Swedia. Dua negara ini telah gagal menerapkan new normal, dan kembali melaksanakan kebijakan ekstra ketat dalam pembatasan sosial masyarakatnya.
Oleh karenanya, sekali lagi saya berharap, penerapan new normal harus benar-benar dikaji secara akurat. Jika pusat-pusat perbelanjaan dibuka, sekolah mulai di aktifkan, kampus-kampus mulai disibukkan dengan perkuliahan, kantor-kantor mulai diisi oleh para karyawan dan pegawai, tetapi kita sendiri tidak mengetahui pasti, apakah di sekitar kita ada OTG atau tidak, ada yang memiliki riwayat kontak dengan PDP atau tidak. Ini sangat berbahaya. Dan kasihan masyarakat kita bisa jadi korban akibat kelalaian pemerintah dalam menerapkan kebijakan new normal.(As)