Sumut.KabarDaerah.com Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi kembali angkat bicara soal wacana mengembalikan Lapangan Merdeka Medan menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kata Edy, saat ini wacana itu tengah diproses.Mantan Ketua Umum PSSI itu juga meminta dukungan dari masyarakat. Termasuk kepada seluruh awak media. “Kita dukung sama-sama, kita kembalikan fitrahnya. Lapangan Merdeka adalah milik rakyat. Tempat orang berolahraga, tempat orang bersama keluarga di Lapangan Merdeka itu,” ujarnya, Selasa (12/2).
Saat ini, Lapangan Merdeka memang masih belum steril. Tepat di dekat titik nol Kota Medan, berjejer gerai kuliner dengan bangunan permanen. Pohon-pohon Trembesi yang ditanam pada zaman Belanda, banyak dibabat karena pembangunan.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi (Istimewa)Pada zaman Belanda, nama Lapangan Merdeka adalah de Esplanade. Berbagai peristiwa bersejarah berlangsung di sana. Termasuk upacara penyambutan pilot pesawat yang mendarat pertama kali di Medan pada 22 November 1924.Pada 1942, nama Esplanade berubah menjadi Fukuraido yang juga bermakna “lapangan di tengah kota”. Fungsinya tetap sama, sebagai lokasi upacara resmi pemerintahan.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, pada 6 Oktober 1945 dilaksanakan rapat raksasa di Fukuraido yang menyiarkan secara resmi berita proklamasi Indonesia. Nama Fukuraido berubah menjadi Lapangan Merdeka dan disahkan Wali Kota Medan Luat Siregar
Hingga sekitar tahun 1950, di Lapangan Merdeka juga terdapat Monumen Tamiang yang didirikan pemerintah Belanda. Monumen itu dibangun untuk memperingati tentara Belanda yang menjadi korban dalam Perang Tamiang (1874-1896). Di sebelahnya terdapat sebuah geriten (jambur Karo) yang kini juga telah tidak ada.
Soal rencana Edy mengembalikan Lapangan Merdeka Medan menjadi RTH juga ditanggapi oleh Walikota Medan Ternyata, Pemko Medan masih terikat dengan perjanjian pihak lain. Durasi perjanjian yang masih cukup lama itu, tentunya tidak bisa dilanggar begitu saja.”Kita masih terikat perjanjian terkait hal itu (pengalihfungsian Merdeka Walk menjadi RTH). Perjanjian tersebut tentu tidak bisa dilanggar. Jika ada pembatalan sepihak, tentu bakal ada efeknya,” ungkap Walikota Medan melalui Sekretaris Kota (Sekda) Kota Medan, Wiriya Al Rahman.
Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Medan Boydo HK Panjaitan mengatakan, kontrak atau MoU yang dilakukan bersama pihak ketiga masih berjalan. Jangka waktunya juga masih sangat lama.”Untuk kontrak, setahu kita masih berjalan. Masih lama itu. Itu untuk 25 tahun MoU nya, sampai 2031,” ujarnya.Namun, merujuk pada otonomi daerah yang berlaku, kebijakan Wali Kota Medan yang bisa mengatur hal tersebut.
“Kita kan ada juga MoU dengan pihak-pihak lain terkait Merdeka Walk. Kan tidak bisa sembarangan dan serta-merta. Ini kan bukan komando seperti di militer. Jadi enggak bisa secara perintah seperti itu. Kita punya Perda yang mengatur dan kita punya kebijakan wali kota yang bisa mengatur sesuatu apabila ketentuan ketentuan tidak dilanggar,” tegasnya.(As)
Discussion about this post