Sumut.KabarDaerah.com Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi mengajak seluruh rakyat Indonesia agar menunda pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020 mendatang karena pandemi Covid-19 semakin mengkhawatirkan.“Kami DPD RI hingga kini masih tetap meyakini Covid ini akan terus bertambah, bila keramaian masih tetap terjadi dimana-mana, apalagi akhir-akhir ini kita melihat pendaftaran calon-calon kepala daerah di KPU, hampir tidak bisa diawasi bahkan dikontrol,” kata Fachrul Razi kepada wartawan di rumah dinasnya di Jalan Denpasar 21, Kuningan, Jakarta, Sabtu (19/9/2020).Fachrul Razi yang vokal bersuara meminta Presiden dapat memikirkan ulang pelaksanaan Pilkada, mendesak Presiden dapat benar-benar memperhatikan dan mengutamakan keselamatan 105 juta nyawa rakyat Indonesia di 270 daerah yang akan melaksanakan Pilkada.
“Saat ini nyawa lebih utama, kekuasaan politik masih bisa kita pikirkan di masa depan, hanya satu solusi, tunda Pilkada sebagaimana diatur dalam pasal 122a Undang-Undang No. 6 tahun 2020.Sosok Senator Muda ini asal Aceh ini justru menilai Pilkada di bulan Desember 2020 tidak akan maksimal, bahkan kita akan membuka klaster – klaster baru di setiap daerah, bila Pilkada ini tetap dilakukan.“Pilkada kali ini akan tidak maksimal, bahkan kita terus menambahkan klaster – klaster baru, karena kita hadirkan keramaian – keramaian baru di setiap daerah, kalau begini trus, kapan berakhirnya Covid-19 dan vaksin pun belum ditemukan,” ujar Razi.
Razi juga prihatin dengan sejumlah elit penyelenggara seperti Ketua KPU Pusat dan anggota komisioner KPU dan bahkan penyelenggara pilkada yang terpapar Covid-19. Bahkan menurut Fachrul Razi, lebih dari 60 Bakal Calon Pilkada sudah positif Covid-19.“Saya mengajak rakyat Inodnesia khususnya di 105 Juta yang berada di daerah yang akan mengalami pelaksanaan Pilkada untuk kita sama – sama bijak meminta Pilkada 2020 ini agar di tunda di 2021, agar kita menjauhkan dulu dari Covid-19, lawan kita Covid-19 bukan rival politik kita, mari kita selamatkan Indonesia dari Covid-19, selesai Covid baru kita berkompetisi secara demokrasi secara sehat secara bersama sama,” jelasnya.Sebelumnya, desakan penundaan Pilkada Serentak 2020 juga disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Mereka meminta Komisi Pemilihan Umum, pemerintah, dan DPR menunda penyelenggaraan pilkada. Penundaan itu dianggap perlu NU demi kesehatan rakyat.
“Meminta kepada KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati,” ungkap Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Minggu (20/9/2020).Said Aqil menilai meskipun pelaksanaan Pilkada dengan protokol kesehatan yang diperketat, tetap sulit menghindari konsentrasi massa dalam jumlah banyak pada seluruh tahapannya.Ia menambahkan, pengurus NU juga meminta kepada instansi terkait untuk merelokasikan anggaran Pilkada Serentak 2020 untuk penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial.
Selain PBNU ormas Muhammadiyah mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), agar menunda pelaksanaan Pilkada 2020 yang akan digelar serentak pada Desember 2020.“KPU hendaknya mempertimbangkan dengan seksama agar Pemilukada 2020 ditunda pelaksanaannya sampai keadaan memungkinkan. Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan Pemilukada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19,” tulis siaran Pers PP Muhamadiyah Senin (21/9).Muhammadiyah juga meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi secara menyeluruh penanganan Covid-19. Atau mengambil alih dan memimpin langsung agar lebih efektif, terarah, dan maksimal dalam penangana Covid-19.“Perlu kebijakan yang tegas dan menyeluruh dalam penanganan Covid-19 secara nasional agar keadaan terkendali,” katanya.
Muhammadiyah juga meminta para elite politik dan partai politik agar maupun masyarakat agar tidak memanfaatkan pandemi Covid-19 sebagai komoditas politik kekuasaan pribadi atau kelompok.
“Dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin memprihatinkan seyogyanya para elit menunjukkan sikap kenegarawanan dengan kearifan menahan diri dari polemik politik yang tidak substantif,” katanya.
Desakan untuk menunda Pilkada juga disampaikan oleh Komnas HAM yang menyampaikan hal senada.Kondisi pandemi menjadi dasar bagi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah dan KPU menunda tahapan Pilkada 2020.”Belum terkendalinya penyebaran Covid-19 bahkan jauh dari kata berakhir saat ini, maka penundaan tahapan Pilkada memiliki landasan yuridis yang kuat,” kata Komisioner Komnas HAM Hairansyah dalam keterangan tertulisnya.Menurut Hairansyah, bila pelaksanaan Pilkada tetap dilakukan, ada kekhawatiran akan semakin tidak terkendalinya penyebaran Covid-19.Dari segi hak asasi manusia, kata dia, hal ini berpotensi terlanggarnya hak-hak. Antara lain hak untuk hidup, kesehatan, dan rasa aman.
Penundaan ini juga seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan PBB tentang Policy brief on election Covid-19 bahwa pemilu yang dilakukan secara periodik bebas dan adil tetap menjadi suatu hal yang penting.”Namun harus lebih memperhatikan kesehatan dan keamanan publik dengan menimbang pada keadaan darurat yang terjadi saat ini,” ujar dia.Hairansyah meminta pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan DPR menunda Pilkada sampai situasi penyebaran Covid-19 berakhir atau minimal mampu dikendalikan.Pasalnya, ia melihat kondisi penyebaran Covid-19 belum dapat dikendalikan dan mengalami tren peningkatan, terutama di hampir semua wilayah penyelenggara Pilkada.Selain itu, berdasarkan data pemerintah per 10 September 2020 juga menunjukkan peningkatan sebaran. Perkembangan kasus kumulatif pada hari itu menunjukkan peningkatan sebanyak 3.861 kasus.”Hal ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, karena kesehatan dan keselamatan baik penyelenggaran, paslon, dan pemilih dipertaruhkan,” katanya.(As)