Sumut.KabarDaerah.com Demokrasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Demokrasi adalah suatu sistem dimana rakyat memilki kedaulatan untuk melaksanakan kekuasaan, menentukan pilihan dan membuat keputusan. Kekuasaan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh wakil rakyat yang dipilih dalam Pemilu. Oleh sebab itu DPR bertindak atas nama rakyat sesuai dengan aspirasi dan kondisi rakyat dalam melaksanakan kedaulatan yang telah diamanahkan keadanya.
Sebagaimana diketahui bahwa Presiden Jokowi telah mengajukan satu nama calon Kapolri kepada DPR yakni Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo untuk dilakukan fit and proper test atau uji kelayakan yang akan dilaksanakan dalam waktu tidak lama lagi. Padahal sebelumnya Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD selaku Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyerahkan lima nama calon Kapolri untuk dipilih oleh Presiden agar diajukan ke DPR. Nama-nama tersebut ialah Komjen Gatot Edy Pramono (Wakapolri-Akpol 1988A), Komjen Boy Rafly Amar (Kepala BNPT-Akpol 1988A), Komjen Listyo Sigit Prabowo (Kabareskrim-Akpol 1991), Komjen Arief Sulistyanto, (Kepala Lemdiklat-Akpol 1987) dan Komjen Agus Andrianto (Kabaharkam –Akpol 1989). Menurut Mahfud kelimanya dianggap memenuhi syarat profesionalitas, loyalitas, dan jam terbang.
Jika dilihat dari hak prerogatif Presiden untuk menentukan anggotanya dalam supra struktur politik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kapolri adalah bagian dari lembaga eksekutif dibawah Presiden. Namun jika di lihat dari perspektif kehidupan demokrasi di Indonesia maka Presiden perlu mempertimbangkan beberapa faktor agar dapat menimbulkan suasana sejuk dalam iklim demokrasi di Indonesia. Faktor tersebut antara lain rekam jejak, kualitas dan senioritas kandidat yang diusulkan, serta realitas kondisi demografi dan sosio psikologis masyarakat Indonesia dari aspek religiusitas. Persoalan ini bukan masalah toleransi atau tidak, tetapi secara objektif rasional hal itu tidak bisa dinafikan dan harus menjadi pertimbangan Presiden dalam mengambil keputusan agar keputusan itu bersifat akseptabel mendapat dukungan yang luas dari masyarakat Indonesia.
Hal ini sebagaimana juga disampaikan oleh Maryam Sahar Ketua Umum Pimpinan Pusat Angkatan Putri Al Washliyah yang meminta Kepada Presiden Jokowi agar bisa menambahkan usulan Calon Kapolri ke DPR RI sehingga yang di fit dan proper test dalam waktu tidak lama lgi ada dua atau tiga Calon Kapolri.
Berkaitan dengan hal tersebut pengamat Kebijakan Publik Sumut Dr Sakhyan Asmara Msp mengatakan bahwa dalam iklim demokrasi sekarang ini, seharusnya DPR jangan di fait accompli dengan mengajukan satu nama calon, sehingga DPR berhadapan dengan suatu keadaan yang harus diterima. Dalam iklim demokrasi Pancasila, terlebih dalam situasi sensitif sekarang ini, sebaiknya Presiden bersikap bijaksana menyelami sosio-psikologis masyarakat Indonsia saat ini. Apalagi diantara lima calon yang diusulkan Kompolnas, menurut Mahfud MD telah memenuhi syarat profesionalitas, loyalitas, dan jam terbang. Oleh sebab itu Presiden harus dengan bijak mempertimbangkan faktor lain secara komprehensif integral agar calon yang diusulkan itu benar-benar memiliki tingkat akseptabilitas yang tinggi.
Untuk itu Dr Sakhyan Asmara Msp menyarankan agar DPR jangan mau di fait accompli dengan calon tunggal. Bisa saja DPR mengembalikan usulan Presiden dan minta dikirimkan kembali usulan baru dengan menambah nama calon sebagaimana aspirasi yang ada ditengah-tengah masyarakat sekarang ini. Bagi saya dengan hanya mengajukan satu calon Kapolri ke DPR menunjukkan suasana demokrasi yang kurang sehat. Dengan hanya ada satu calon berarti telah menghilangkan prinsip kemerdekaan berfikir dan kemerdekaan memilih dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini tidak sehat dan dapat menimbulkan konflik laten yang suatu saat bisa menjadi manifest.(As)