Kopi Sumut Potensi Terselubung Sumatera Utara
Oleh : Margareth Dwiyanti Simatupang
Sumber daya alam yang terletak di ujung Pulau Sumatera, yakni Provinsi Sumatera Utara (Sumut), menjadi sumber daya tarik bagi siapa saja bagi siapa saja yang berkunjung ke Sumatera Utara. Jika kita mendengar kata Sumatera Utara, maka yang langsung terpikirkan adalah Danau Toba. Danau Toba adalah danau terluas di Indonesia dan danau vulkanik terbesar di dunia. Keindahan alam yang ada di danau Toba ini memang menjadi ciri khas bagi provinsi Sumut. Padahal, sumber daya alam di Sumut tidak hanya di bidang pariwisata saja. Sumatera Utara juga memiliki beragam potensi alam lainnya yang dapat menunjang perekonomian negara, seperti di bidang perkebunan, holtikultura, maupun pertambangan.
Dibalik keindahan Danau Toba, ternyata Sumut termasuk sebagai provinsi di posisi ke empat sebagai produsen kopi terbesar di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah, ketika menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Islamic Trade Finance Corporation (ITFC). Adapun kabupaten/kota penghasil kopi di Sumut adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailingatal, Simalungun, Dairi, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Humbanghasundutan.
Berbagai jenis kopi yang berasal dari Sumut telah menembus pasar Internasional. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, negara Amerika Serikat adalah negara tujuan ekspor terbesar kopi Sumut dengan berat bersih kopi yang diekspor sebanyak 35.52 ribu ton dengan nilai ekspor dengan klausul Cost, Insurance, and Freight (CIF) sebesar US$ 215.6 juta. Disusul oleh negara Malaysia dengan total kopi yang diekspor sebesar 7.02 ribu ton dengan harga ekspor (CIF) sebesar US$ 27.96 juta. Kemudian Negara jepang dengan total ekspor sebesar 6.03 ribu ton dengan harga ekspor (CIF) sebesar US$32.79 juta. Negara Asia, Australia, dan Eropa juga menjadi negara tujuan ekspor kopi Sumut, diantaranya Taiwan, Saudi Arabia, Australia, New Zealand, Canada, United Kingdom, Belgium, dan masih banyak lagi. Sehingga total kopi yang diekspor ke berbagai negara pada tahun 2018 sebanyak 76.07 ribu ton dengan nilai CIF sebesar US$417.19 juta. Hal ini dikarenakan kualitas kopi Sumut memang tidak diragukan lagi.
Varietas kopi yang ada di Sumut adalah varietas Arabica dan Robusta. Kopi Arabica yang memiliki betuk biji lebih panjang mengandung kafein yang lebih rendah dibanding varietas kopi lainnya, yakni sebesar 0.8-1.4%, sehingga rasanya tidak terlalu pahit namun justru memiliki rasa asam. Kopi Arabica ini tumbuh baik di dataran tinggi 1000 sampai 2000 meter di atas permukaan laut, dengan suhu lokasi penanaman yang baik sekitar 14-24 derajat Celsius. Sebesar 32.05% kopi Arabika di Indonesia di produksi di Sumut. Di Sumut, pada tahun 2018 total produksi kopi arabika sebesar 62.60 ribu ton dengan harga jualnya sebesar Rp26.164,12/kg. Kopi Arabica memiliki nilai ekspor yang tinggi dibandingkan kopi lainnya. hal ini dikarenakan cita rasa khas kopi arabika yang berbeda dengan kopi lainnya serta karena tingkat kesulitan yang lebih tinggi untuk merawat tanaman kopi ini hingga waktu panen.
Berbeda dengan kopi Robusta yang memiliki biji cenderung membulat mengandung kafein yang lebih besar dibanding kopi Arabika, yakni sebsar 1,7-4%, sehingga rasanya lebih pahit dan keasamannya rendah. Rasa yang muncul dari kopi Robusta mirip dengan varietas kopi lainnya seperti cenderung memiliki aroma cokelat, kacang-kacangan dan tanah. Kopi Robusta justru lebih cocok ditanam di dataran rendah dengan ketinggian 400-800 meter di atas permukaan laut dengan suhu lokasi penanaman yang baik sekitar 24-30 derajat Celcius. Di Sumut, pada tahun 2018 total produksi kopi robusta sebesar 6.78 ribu ton dengan harga jualnya sebesar Rp25.034,72/kg.
Walaupun hanya memiliki dua jenis varietas kopi, namun berbagai kopi yang dihasilkan di sumut tetap beraneka ragam dan memiliki ke-khas-an tersendiri. Hal ini dikarenakan teknik pengolahannya yang berbeda-beda, tergantung dari lokasi masing-masing. Salah satu Kopi Sumut yang paling terkenal adalah Kopi Sidikalang. Kopi ini masih di proses secara tradisonal membuat rasa kopi ini berbeda dari kopi-kopi lainnya karena rasanya yang masih alami. Banyak pecinta kopi yang mengaku cocok meminum kopi ini untuk tahan begadang. Harga yang dijualpun tergolong tinggi karena kekhasan cita rasanya yang tidak diragukan lagi. Ada juga Kopi Sipirok yang kandungan asamnya tergolong sedikit sehingga banyak pecinta kopi yang menyukai kopi jenis ini. Kopi Sipirok pernah mendapat penghargaan Internasional yakni “The World’s Finest Unwashed Arabica” , sehingga kualitas kopi Sipirok ini juga tidak kalah tanding dengan kopi lainnya. Tidak hanya kopi Sidikalang dan kopi Sipirok, Kopi Lintong yang tumbuh disekitar Danau Toba tak kalah kualitasnya dengan kopi nusantara. Kopi ini memiliki aroma yang harum dengan tingkat keasaman yang medium dan dengan body yang kental. Masih banyak lagi nama kopi dari Sumut yang tak kalah kualitasnya dengan ketiga kopi di atas. Diantaranya kopi Mandailing, Kopi Tarutung, Kopi Dairi, dan masih banyak lagi.
Potensi alam yang dimiliki oleh Sumut ini harus dijaga dan dikelola dengan baik. Bahkan, Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajeksha, telah menargetkan Sumut sebagai sebagai produsen kopi terbesar di Indonesia untuk beberapa tahun mendatang. Hal ini didukung karena produksi kopi Arabika dan luas tanam yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, luas tanaman kopi arabika sebesar 59.815 ha. kemudian naik menjadi 63.339 ha pada tahun 2016, 70.199.92 ha (2017), dan 76.256,64 ha (2018). Total produksinya juga selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2015, kopi arabika yang dihasilkan sebesar 49.08 ribu ton, naik menjadi 53.23 ribu ton (2016), 58.16 ribu ton (2017), dan 62.60 ribu ton (2018). Berbeda dengan kopi Robusta yang cenderung mengalami penurunan luas lahan dan produksi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015, luas tanaman kopi robusta sebesar 21.589 ha, menurun menjadi 21.266 ha pada tahun 2016, 18.942,17 ha (2017), dan 17.437,64 ha (2018). Sedangakan total produksinya pada tahun 2015 sebesar 10.02 ribu ton, 9.91 ribu ton (2016), 8.48 ribu ton (2017), dan 6.79 ribu ton (2018). Hal ini dikarenakan para petani beralih strategi untuk lebih mengupayakan menanam kopi Arabika karena nilai jualnya yang lebih tinggi dibanding kopi Robusta. Sehingga, walaupun kopi Robusta mengalami penurunan luas lahan dan total produksi, kopi arabika tetap bisa menjadikan Sumut sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia kelak.
Ekspor komoditi kopi ini kelak nantinya akan meningkatkan perekonomian di Sumut. Maka, sebaiknya pemerintah juga turut berperan untuk mengsejahterahkan para petani agar giat menghasilkan kopi terbaik khas Sumut. Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada para petani oleh lembaga pertanian bisa meningkatkan ilmu para petani kelak. Harga ekspor yang dijual para petani dan perusahaan juga harus terbuka agar tidak tercipta timpangan harga yang membuat rugi para petani kopi. Sehingga, perekonomian Sumut meningkat, petani makmur, rakyatpun sejahtera.
Sebagai generasi millenial, kitapun harus bisa turut mengsukseskan target wagub Sumut untuk menjadikan Sumut sebagai produsen kopi terbesar di Indonesia. Mempromosikan kopi Sumut ini lewat sosial media bisa menambah konsumen kopi sumut ini. Terlebih lagi, tren konsumsi kopi yang sedang meningkat saat ini bisa kita jadikan ajang untuk mempromosikan kopi Sumut menjadi lebih kekinian di mata masyarakat nasional.
Penulis adalah mahasiswa semester 5 di Politeknik Statistika STIS jurusan Statistika
Discussion about this post