Fenomena munculnya calon tunggal pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Padanglawas Utara (Padanglawas Utara) Provinsi Sumatera Utara mengundang tanda tanya oleh banyak pihak, baik perantau maupun pribumi. Apakah calon tunggal itu kehendak rakyat Padanglawas Utara atau kehendak dari penguasa di daerah itu. Pertanyaan ini wajar mengingat di banyak daerah malahan muncul dua, tiga dan empat pasangan calon bupati dan wakil bupati. Apakah iya di Kabupaten Padanglawas Utara tidak ada lagi yang berminat untuk menjadi orang nomor satu di daerah kaya sawit itu ?
Pada artikel ini penulis ingin mengungkap mengapa fenomena calon tunggal itu terjadi dan tidak bermaksud untuk menghujat fenomena itu, apalagi menghujat pasangan calon tunggal Bupati dan Wakil Bupati Padanglawas Utara.
Mengenai calon tunggal dibenarkan oleh konstitusi kita. Pada pemuli tahun ini, ada 13 daerah yang memiliki calon tunggal, yakni Kota Prabumulih, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Tapin, Kabupaten Puncak, Kabuaten Mamasa, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Padang Lawas Utara.
Calon tunggal diatur dalam UU No.10/2016 tentang Pilkada, yang menyebut bahwa partai atau gabungan partai dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Oleh karena itu, apabila waktu pendaftaran calon bupati dan wakil bupati ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Padanglawas Utara telah ditutup, dan calon lain tidak ada yang mendaftar, maka Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tetap dilaksanakan dengan cara Calon Tunggal melawan kotak kosong.
Selain itu, di Negeri demokrasi raksasa ketiga di dunia inipun sedang berupaya mengendalikan demokrasi itu sendiri. Pada konteks ini demokrasi diartikan sebagai kehendak elite, dari elite politik/penguasa dan untuk elite/penguasa. Termasuk istilah president threshold merupakan upaya untuk mengendalikan laju demokrasi. Inilah yang sedang diupayakan untuk kontesasi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Elite partai dan penguasa mengupayakan koalisi raksasa untuk mendukung satu calon agar partai lain tidak mencukupi syarat untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden sebagai alternative pilihan rakyat.
Kembali ke konteks Kabupaten Padanglawas Utara, kabupaten yang dimekarkan sejak Agustus 2007 lalu, tentu sudah punya bibit-bibit partai atau kader-kader pemimpin dari sipil/rakyat yang siap untuk memimpin daerah itu. Akan tetapi, fenomena menampakkan wajah lain, hanya ada satu pasangan calon di daerah ini. Calon tunggal itu adalah Andar Amin Harahap, sang petahana Walikota Padangsidimpuan 2013-2018 berpasangan dengan Hariro Harahap, memilih untuk maju di Kabupaten Padanglawas Utara.
Kabupaten Padanglawas Utara merupakan basis dari Bachrum, ayahanda mantan Walikota Padangsidimpuan. Menurut analisis politik, Andar Amin berpeluang besar untuk menang di Padanglawas Utara lantaran basis ayahnya, tokoh senior Tapanuli Selatan yang telah melanglang buana di berbagai posisi/jabatan di daerah itu. Hal ini dibuktikan dengan adanya koalisi yang dibangun oleh mantan orang nomor satu Padanglawas Utara itu, mengantarkan anaknya Andar Amin, sebagai calon tunggal Bupati Padanglawas Utara yang akan bersaing secara sehat dengan kotak kosong.
Kembali ke judul artikel yang mempertanyakan calon tunggal, apakah kehendak rakyat atau kehendak penguasa ? Jawaban sementara adalah munculnya calon tunggal pada kontes demokrasi pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Padanglawas Utara adalah kehendak penguasa dari kelompok elite partai di daerah itu. karena memang sang calon tunggal dicalonkan oleh koalisi besar partai politik.
Sementara di sisi lain, tidak ada satupun calon independen yang maju yang memang didukung langsung oleh rakyat. Namun, calon tunggal yang awalnya merupakan kehendak penguasa itu akan menjadi kehendak rakyat jika sudah berhasil memenangi hati rakyat pada kontes demokrasi itu. Akan tetapi, jika pasangan calon tunggal tidak menang, maka itupun nantinya sebagai bukti nyata bahwa calon tunggal tidak kehendak rakyat Padanglawas Utara.
Fenomena calon tunggal pada pesta demokrasi itu dikaji dari perspective pengembangan masyarakat, sebetulnya tidaklah elok. Pada dimensi politik, masyarakat diharapkan secara sadar dan mandiri untuk berpartisipasi memilih pemimpinnya. Pada kondisi ini, semakin banyak calon bupati dan wakil bupati, maka semakin banyak alternative yang akan dipilih rakyat untuk mereka beri mandat. Berbeda kondisinya ketika rakyat hanya dihadapkan satu opsi saja, maka mau tidak mau harus memilih opsi yang dihadapkan itu. pada kondisi ini, golput (golongan putih-tidak ada pilihan) tidak menyelesaikan masalah.
Pengamatan dari berbagai sumber informasi, ternyata di Kabupaten Padanglawas Utara itupun ada yang menyuarakan memilih kotak kosong. Itu mungkin lelucon saja, karena memang budaya kita sekarang suka mem-bully kondisi dan personal. Bagaimana itu semua tidak lawak-lawakan saja, sudah jelas kotak kosong itu tidak ada calon sama sekali tetapi malah punya relawan yang menyebarkan baliho berisi ajakan memilih kotak kosong.
Benarlah apa yang diungkapkan oleh Said Salim, Guru Besar Sekolah Pertahanan bahwa Negara Indonesia ini diurus lawak-lawakan saja. Penulispun tidak terlalu paham dengan ungkapan professor itu. Namun, itu ungkapan muncul dari seorang guru besar pertahanan, generasi lintas penguasa yang lahir sejak orde baru silam.
Sikap Rakyat
Meski calon tunggal itu adalah kehendak penguasa dan beberapa elite yang hendak melanggengkan kekuasaan/status sosialnya di daerah itu, namun tujuan pemimpin siapapun dan dari pihak manapun, pada hakikatnya sama-sama untuk memajukan Kabupaten Padanglawas Utara. Oleh karena itu, masyarakat mesti dewasa dalam mengambil sikap. Tentunya kita tidak mengharapkan kondisi yang abnormal lima tahun ke depan, yang dapat menghambat pembangunan daerah.
Apalagi mengingat Kabupaten Padanglawas Utara sedang menggeliat perekonomiannya. Gunung Tua sebagai pusat Kabupaten sudah mulai menampakkan wajah kota. Bupati dan wakil bupati yang akan datanglah yang akan menentukan arah perkembangan Kabupaten Padanglawas Utara ke depannya.
Masyarakat Padanglawas Utara harus mengawal demokrasi dan mengawal pembangunan di daerah itu untuk lima tahun ke depannya. patut kita tiru keberanian rakyat pada masa Umar bin Khattab al-Faruq menjadi pemimpin, rakyat itu mengatakan, “Wahai Umar, ketika engkau melenceng/salah maka pedang saya inilah yang akan meluruskanmu”.
Keberanian rakyat itu seolah-olah mengatakan dalam ruang sejarah kepada rakyat Kabupaten Padanglawas Utara, wahai Andar Amin, engkau boleh menjadi Bupati di daerah ini, engkau boleh menjadi orang nomor satu di Padanglawas Utara, tetapi ketika engkau tidak mengutamakan kepentingan rakyat, melenceng dari cita-cita luhur dimekarkannya Kabupaten ini, maka kami rakyat yang akan mengingatkanmu”. ***
Penulis
Icol Dianto
Staf Pengajar pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam IAIN Padangsidimpuan
Discussion about this post